Best Graffiti
Graffiti Art
Luxury Graffiti

Sunday, September 12, 2010

DEWI ARIMBI

DEWI ARIMBI

DEWI ARIMBI atau Hidimbi (Mahabharata) adalah putri kedua Prabu Arimbaka, raja raksasa negara Pringgandani, dengan Dewi Hadimba.

Dewi Arimbi mempunyai tujuh orang saudara kandung, bernama; Arimba/Hidimba,

Arya Prabakesa,

Brajadenta,

Brajamusti,

Brajalamatan,

Brajawikalpa dan

Kalabendana.

Dewi Arimbi menikah dengan Bima/Werkudara, salah seorang dari lima satria Pandawa, putra Prabu Pandu, raja negara Astina dari permaisuri Dewi Kunti.

Dari perkawinan itu ia mempumyai seorang putra yang diberi nama Gatotkaca.

Dewi Arimbi menjadi raja negara Pringgandani, menggantikan kedudukan kakaknya, Prabu Arimba, yang tewas dalam peperangan melawan Bima. Namun karena ia lebih sering tinggal di Kesatrian Jodipati mengikuti suaminya, kekuasaan negara Pringgandani diwakilkan kepada adiknya, Brajadenta sampai Gatotokaca dewasa dan diangkat menjadai raja negara Pringgandani bergelar Prabu Kacanegara.

Dewi Arimbi mempunyai kesaktian; dapat beralih rupa dari wujudnya raksasa menjadi putri cantik jelita.

Dewi Arimbi mempunyai sifat dan perwatakan; jujur, setia, berbakti dan sangat sayang terhadap putranya.

Akhir kehidupannya diceritakan, gugur di medan Perang Bharatayuda membela putranya Gathutkaca yang gugur karena panah Kunta milik Adipati Karna, raja negara Awangga.


DEWI ARIMBI

Dewi Arimbi putri Raksasa, saudara Prabu Arimba, raja raksasa negara Pringgadani. Di dalam mimpi putri ini bertemu dengan Raden ksatria Pendawa yang kedua. Sang putri berusaha mencari Raden Bratasena dan bertemu dengan dia, sewaktu sedang membuka hutan untuk dijadikan negara.

Setibanya di hadapan Bratasena, Arimbi memeluk kaki Bratasena dan mengeluarkan isi hatinya. Tetapi Bratasena tidak suka, oleh karena putri itu menyerupai raksasa. Pada saat itu ibu Bratasena, Dewi Kunti bersabda, “Oh, kasihan benar kamu, anak cantik.” Sabda Dewi Kunti menyebabkan berobahnya Arimbi menjadi putri yang secantik-cantiknya. Diperistrilah Dewi Arimbi oleh Raden Bratasena dan kemudian melahirkan seorang ksatria, Raden Gatotkaca.

Dalam hubungan cintanya dengan seorang putri, seorang ksatria umumnya mengeluarkan kata-kata pembujuk (Jawa: ngungkung). Bratasena tidak mengeluarkan kata-kata sanjungan kepada Arimbi. Caranya menyatakan perasaan sederhana. Dikatakannya, bahwa alis Arimbi di atas mata, hidungnya di atas mulut, rambutnya di atas kepala dan diduduk-dudukannya pula putri itu dengan kasarnya di atas pahanya.

Tetapi kata-kata dan tingkah laku Bratasena itu justru malahan menarik hati putri itu. Tingkah laku Bratasena yang demikian itu tidak menyebabkan marahnya, sebaliknya menimbulkan suka citanya Arimbi, sebab ia sama sekali tidak was-was diperlakukan demikian oleh Bratasena.

Kasih seorang ibu pada putranya adalah umum. Dengan Arimbi keadaannya berlainan. Ia harus berpisah dergan putranya, sebab putranya adalah ksatria perjurit.

Tetapi suatu ketika datanglah Gatotkaca menghadap ibunya untuk minta dihias, supaya tampak sebagai ksatria yang gagah. Betapa besarnya hati sang ibu menghadapi perepek (Jawa: ngadi-adi) putranya yang minta dimandikan, didandani dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi, ketika Raden Gatotkaca jatuh cinta pada Dewi Pregiwa, putri Raden Arjua. Selama hidup baru sekali itu Raden Gatotkaca tertarik pada seorang wanita. Di dalam ceritanya disebut, bahwa kecantikan putri itu disebabkan karena ia berasal dari gunung.

Menurut penglihatan Gatotkaca, keelokan Pregiwa adalah serba bersahaja. Maka yang tampak padanya adalah keelokan yang sewajarnya.

Meski berasal dari gunung, Pregiwa tak kalah dengan putri-putri dari negara Pendawa.

Sebelum berobah menjadi putri yang cantik, Dewi Arimbi bermata

kedondongan, berhidung dempak, bermulut terbuka, bergigi sebagai raksasa, berkalung bulan sabit, bergelang dan berpontoh sebagai layaknya seorang putri raksasa, tetapi sesudah berganti rupa, menjadilah ia putri yang secantik-cantiknya.


Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka – 1982, (Artikel ini diambil dari http://ki-demang.com/gambar_wayang/index.php?option=com_content&view=article&id=740&Itemid=740).

No comments:

Post a Comment